Pengukuran Efek Mediasi

•Desember 27, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

Analisis mediasi digunakan untuk melihat pengaruh mediasi atas
hubungan antara variabel independen dan depanden. Teknik analisis mediasi
adalah variabel yang berada diantara variabel independen dan dependen yang
dapat memperjelas tentang hubungan kedua variabel ini.

Baron and Kenny (1986) telah meneliti peran mediasi suatu variabel dan
cara menghitung pengaruh variabel mediator tersebut. Pengaruh variabel mediator
dibagi menjadi tiga macam: pengaruh penuh, parsial, dan tidak berpengaruh.
MacKinnon et al. (2005) menerangkan kembali hasil penelitian Baron and Kenny
(1986) dengan tahapan perhitungan yang lebih jelas. Menurut MacKinnon et al.
(2005) untuk menguji pengaruh mediasi perlu diestimasi ketiga persamaan regresi
berikut:
1) Pengaruh variabel independen pada variabel mediasi
2) Pengaruh variabel independen pada variabel dependen
3) Pengaruh variabel independen dan mediasi pada variabel dependen
Dalam hal ini, masing-masing koefisien untuk setiap persamaan perlu
diestimasi dan diuji.

Analisis statistik deskriptif dan analisis kuantitatif : Pendeteksian Outlier : Face, Content & Construk Validity

•Desember 27, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

1) Analisis statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul dengan menyajikan data dalam bentuk persentase. Sedangkan
analisis kuantitatif yaitu analisis yang terdiri dari angka-angka dan perhitungan
dengan metode statistik untuk mengetahui karakteristik responden, sebaran data,
dan keterkaitan antarvariabel (Gujarati, 2003).

2) Menurut Hair et al. (2010) kehadiran outliers dapat mengganggu analisis data sehingga perlu dikeluarkan agar memperoleh hasil yang lebih baik karena dianggap tidak mencerminkan sebaran data yang sesungguhnya. Proses pendeteksian outliers adalah dengan mengeluarkan data outliers yang berada di luar Box Plot dan yang mempunyai nilai ekstrim melalui metode explore: statistic.

3) a. Face Validity – Berdasarkan expert judgement (Cooper dan Schindler
2006). Dalam hal ini berdasarkan penilaian dari para ahli di bidang
yang terkait dengan penelitian ini terhadap item-item pertanyaan.
b. Validitas Isi (Content Validity) – Pengujian validitas butir-butir
instrumen lebih lanjut dilakukan setelah konsultasi dengan para ahli.
Validitas isi memastikan alat ukur memasukkan set item yang cukup
dan representatif untuk menjelaskan konsep (Sekaran, 2003).
c. Validitas Konstruk (Construct Validity) – Uji ini dilakukan dengan
terlebih dahulu mentabulasi data. Setelah data ditabulasikan, pengujian
construct validity dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan
confirmatory / exploratory factor analysis.
Faktor loading sebesar 0,5 dan keatas digunakan dalam pengujian ini.
Sehingga menurut Hair et al. (2010), bila tiap faktor tersebut besarnya
0,5 ke atas, maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat dan
valid.

Manajemen Pengetahuan

•Desember 27, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

Dalkir (2005), manajemen pengetahuan mempunyai beberapa
istilah yang harus dipahami yaitu data, informasi, pengetahuan, jenis pengetahuan,
dan manajemen pengetahuan itu sendiri. Di samping itu, perlu pula memahami
proses pembentukan pengetahuan dari data, informasi, kemudian menjadi
pengetahuan.
a. Data adalah kumpulan angka atau fakta objektif mengenai sebuah kejadian
(bahan mentah informasi). Informasi adalah data yang
diorganisasikan/diolah sehingga mempunyai arti. Informasi dapat
berbentuk dokumen, laporan ataupun multimedia (Nonaka dan Takeuchi,
1995).
b. Jenis Pengetahuan: Ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan
eksplisit dan pengetahuan tacit :
1. Pengetahuan eksplisit (explicit knowledge): Bentuk pengetahuan yang
sudah terdokumentasi/terformalisasi, mudah disimpan, diperbanyak,
disebarluaskan dan dipelajari. Dapat diungkapkan dengan kata-kata
dan angka, disebarkan dalam bentuk data, spesifikasi dan buku
petunjuk. Misalnya: manual, buku, laporan, dokumen dan surat.
2. Pengetahuan tacit (tacit knowledge): Bentuk pengetahuan yang masih
tersimpan dalam pikiran manusia. Sifatnya sangat personal dan tidak
mudah diformulasikan sehingga sulit untuk dikomunikasikan kepada
orang lain. Misalnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan dan
keahlian/kemahiran (Nonaka dan Takeuchi, 1995).

Hansen dan Oetinger (2001) menjelaskan definisi mengenai manajemen
pengetahuan tergantung dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan
pengetahuan. Salah satu definisi manajemen pengetahuan adalah proses sistematis
untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan dan menyajikan informasi
dengan cara tertentu yang dapat meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam
suatu bidang kajian yang spesifik. Secara umum Hansen dan Oetinger
menjelaskan bahwa manajemen pengetahuan adalah teknik untuk mengelola
pengetahuan dalam organisasi untuk menciptakan nilai dan meningkatkan
keunggulan kompetitif melalui individu dalam organisasi.

Selain itu Teece (2003) menjelaskan pengetahuan adalah kebiasaan,
keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman dan pengertian yang diperoleh dari
pengalaman, latihan atau melalui proses belajar. Menurut Nonaka dan Takeuchi
(1995) manajemen pengetahuan dalam sebuah organisasi dikatakan berfokus pada
individu (embedded) yang nantinya dapat memfasilitasi pertukaran
pengetahuan dengan orang lain serta dapat mengembangkan pengetahuan tersebut.
Kemudian knowledge–based view theory of the firm yang dikembangkan
oleh Grant (1996), juga ikut menjelaskan bahwa sumberdaya intelektual
merupakan kunci aset organisasi yang dapat menjadikan keberlanjutan sebuah
perusahaan untuk unggul dalam bersaing melalui sumberdaya dan kapabilitas
yang dimiliki. Alavi et al. (2005) mengusulkan bahwa manajemen pengetahuan
biasa dilihat sebagai artefak budaya organisasi yang mungkin akan
dipengaruh oleh nilai-nilai organisasi yang ada atau dapat membentuk satu
set nilai-nilai yang berkaitan dengan manajemen pengetahuan.

The Influence of Organizational Ethical Climate on Job Performance : The Role of Knowledge Sharing As A Mediating Variabel

•Desember 19, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

Ardianus Laurens

Master of Science in Management, Gadjah Mada University

Abstract : The aim of this study is to analyze the influence of organizational ethical climate criteria which are consist of friendship, teamwork and social responsibility on job performance. This study also propose the role of knowledge sharing as a mediating variabel to identified the strength of the relationship among organizational ethical climate criteria on job performance. Research samples was collected in 35 privately-owned of General Fuel Filling Station (Pertamina Gas Station) in the Yogyakarta region with a total of 157 respondents. These data were tested empirically using Multiple Regression and Hierarchical Regression Analysis (HRA). The result found that friendship has a significant positive effect on knowledge sharing and job performance, whereas social responsibility has a positive and significant effect only on job performance. Meanwhile, the teamwork criteria does not have any influence to knowledge sharing and job performance. These findings indicate that the hypothesis of knowledge sharing as a mediating variabel between organizational ethical climate such as friendship, teamwork and social responsibility on job performance were not supported.

Keywords: friendship, teamwork, social responsibility, knowledge sharing and job performance.

Iklim Etika, Share Knowledge dan Job Performance (Teori dan Persepsian)

•September 9, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

Manajemen pengetahuan (knowledge management) merupakan sebuah strategi dalam organisasi yang digunakan untuk mempercepat proses pembelajaran secara kolektif untuk menciptakan kepuasan pelanggan yang lebih besar dan meningkatkan daya saing organisasi terhadap perubahan pasar di era lingkungan yang semakin sangat cepat berubah (Janz dan Prasarnphanich, 2003). Pengetahuan juga dikatakan sebagai modal yang mempunyai pengaruh dalam menentukan kemajuan suatu organisasi (Davenport dan Prusak, 1998). Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan, oleh sebab itu perlu terus-menerus diperbarui melalui proses belajar. Belajar dalam era pengetahuan seperti sekarang ini sangatlah berbeda dengan belajar di masa lalu. Belajar di era sekarang dituntut untuk belajar baik secara individu maupun bersama kelompok dan organisasi  dengan cepat dan mudah, tanpa memandang waktu dan tempat karena keadaan kondisi lingkungan yang semakin cepat berubah (Hovland, 2003).

Menurut Sanchez (2005) berkembangnya konsep organisasi pembelajar (learning organization) yang menyatukan antara proses belajar dan bekerja telah muncul di berbagai sektor industri maupun organisasi pada masa sekarang ini. Di sisi lain Bacerra-Fernandez dan Sabherwal (2001) mengatakan pengetahuan (knowledge) yang melekat pada anggota suatu organisasi perlu diakusisi, dimutakhirkan, ditransfer, diaplikasikan dan diakumulasikan serta dibagikan agar tetap memiliki nilai. Hal ini menyebabkan para peneliti (misalnya Lee et al. 2005: Wang dan Noe, 2010: Tseng dan Fan, 2011) mencari pendekatan yang sesuai untuk mengelola pengetahuan yang sekarang dikenal dengan manajemen pengetahuan agar dapat mewujudkan konsep organisasi pembelajar untuk memunculkan inovasi-inovasi baru secara berkelanjutan di dalam organisasi. Grant (1996) melalui knowledge-based view theory of the firm mengatakan organisasi adalah lembaga yang mengintegrasikan pengetahuan individu-individu yang ada di dalam organisasi agar suatu organisasi dapat mencapai visi dan misinya perlu mengelola pengetahuan yang di miliki dengan baik dan dapat memunculkan competitive advantage melalui core competence yang di miliki oleh organisasi.

Penelitian Daud dan Yusuf (2010) mencoba untuk mengkaitkan hubungan antara manajemen pengetahuan dengan kinerja dan hasilnya mendapati manajemen pengetahuan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja. Dari hasil penelitian tersebut Daud dan Yusuf mengatakan keberlangsungan kinerja sebuah perusahaan sangat dipengaruh oleh kemampuan perusahaan dalam menerapkan manajemen pengetahuan. Kemudian, Tseng dan Fang (2011) mengembangkan manajemen pengetahuan melalui beberapa tahap dan tingkatan yang melibatkan individu untuk masuk ke dalamnya yaitu dengan melakukan akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition) terlebih dahulu kemudian mengaplikasikan pengetahuan (knowledge application) yang diperoleh dari proses belajar untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik secara efektif dan efisiensi. Setelah itu individu dapat berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang di miliki dengan cara didiskusikan dan ditransfer melalui teknik dan cara tertentu sehingga pengetahuan yang di miliki tetap bernilai dan berkembang dari waktu ke waktu.

Ketika manajemen pengetahuan dikembangkan oleh para peneliti (misalnya Bacerra-Fernandez dan Sabherwal, 2001: Janz dan Prasarnphanich, 2003: Greiner et al. 2007) dan diterapkan dalam organisasi, maka Bartels et al. (1998) menyarankan perlu di tinjau dari perspektif iklim etika dalam organisasi melalui sumberdaya manusia yang ada di dalam organisasi karena individu merupakan agen penting dalam organisasi yang memiliki pengetahuan dan ide serta ketrampilan yang mampu mewujudkan daya saing perusahaan. Namun dalam organisasi akan muncul berbagai macam tipe iklim etika yang hidup dan berperan. Menurut Victor dan Cullen (1987) iklim etika organisasi (organizational ethical climate) adalah persepsian dan penerimaan individu-individu terhadap praktik dan prosedur yang ada dalam organisasi karena etika yang muncul di dalam organisasi akan sangat berpengaruh terhadap perilaku dan pengetahuan individu untuk mencapai kinerja yang baik. Maka dengan itu menurut  Tseng dan Fang (2011) iklim etika organisasi sangat terkait dengan manajemen pengetahuan karena individu dapat berdiskusi dan berbagi pengetahuan yang dimiliki jika iklim etika yang muncul dalam organisasi dapat mendorong individu-individu untuk berbagi pengetahuan sesama mereka dengan baik melalui teknik dan cara tertentu.

Menurut Fisher dan Lovell (2003) pengelolaan organisasi saat ini menuntut adanya perubahan dari yang tradisional menjadi yang moderen. Moderen artinya tidak saja karena menggunakan teknologi yang baru tetapi juga dilibatkannya praktik-praktik yang etika pada tingkatan manajerial maupun operasional, serta pada praktik dan prosedural yang berkenaan dengan sikap organisasi terhadap karyawannya. Praktik etika dalam organisasi kemudian dikembangkan oleh Appelbaum et al. (2005) dengan menyatakan bahwa iklim etika organisasi memberi kontribusi yang signifikan terhadap hubungan kerja dan pembentukan perilaku yang baik karena iklim etika organisasi merupakan seperangkat nilai dan norma yang dapat membimbing tindakan karyawan. Iklim etika organisasi dapat mendorong terciptanya perilaku yang etis dan sebaliknya juga dapat mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis dalam organisasi sehingga akan menyebabkan terjadinya penyimpangan etika dan perilaku di tempat kerja yang dapat mempengaruhi perilaku berbagi pengetahuan.

Barnett dan Vaicys (2000) kemudian mengusungkan rerangka konsep etika bisnis yang terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja dan etika perorangan yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Lebih lanjut lagi menurut Barnett dan Vaicys etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antara karyawan dalam organisasi. Dengan itu perilaku etis yang berkembang dalam perusahaan akan menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholders (pihak-pihak yang berkepentingan) karena dalam perusahaan terdapat berbagai aktivitas yang kompleks dan ini akan memungkinkan munculnya perilaku pelanggaran etika karena adanya kecenderungan individu yang lebih pragmatis dalam berbagai macam situasi dan kondisi sehingga perilaku etis akan dapat mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis serta tumbuhnya rasa saling percaya yang menyebabkan perusahaan dapat meningkatkan keuntungan jangka panjang melalui penerapan berbagi pengetahuan yang berkelanjutan.

Victor dan Cullen (1987 dan 1988) menyatakan terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan. Pertama, terciptanya budaya perusahaan yang baik. Kedua, terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization). Ketiga, terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management). Ketiga faktor tersebut terjadi karena adanya beberapa interaksi yakni kepentingan diri sendiri, keuntungan perusahaan, pelaksanaan efisiensi dan kepentingan kelompok yang mana terdiri dari egoism yaitu sifat yang mengutamakan kepentingan sendiri sama ada kepentingan individu, organisasi atau masyarakat, kemudian iklim etika yang terdiri dari benevolence merupakan sifat yang mengutamakan kepentingan dengan orang lain yang terdiri dari persahabatan, kerjasama tim dan tanggungjawab sosial, setelah itu principle yang bersifat mengutamakan kepercayaan, peraturan, prinsip serta kode etik individu, organisasi atau masyarakat yang terdiri dari moralitas pribadi, aturan dan prosedur, dan undang-undang serta kode etik profesional (Victor dan Cullen 1987;1988 dalam Van Sandt et al. 2006).

Perkembangan riset yang telah ada menunjukkan bahwa setting terhadap subjek penelitian yang berbeda mewarnai fenomena atau hasil temuan yang berbeda pula. Di negara Asia misalnya, penelitian Venezia et al. (2010) terhadap karyawan di dua organisasi akuntan yakni publik dan swasta di negara Taiwan memberikan hasil temuan yang berbeda antara kedua organisasi akuntan tersebut. Pada sektor publik hal yang menonjol dari persepsi individu tentang iklim etika di organisasi mereka adalah terkait dengan peraturan dan kode etik (law and code) serta tanggungjawab sosial (social responsibility) sedangkan untuk sektor swasta, persepsi individu adalah lebih kearah efisiensi (efficiency) dan moralitas pribadi (personal morality). Dari hasil penelitian tersebut Vanezia et al. mengatakan bahwa etika dan perilaku karyawan pada sektor publik sangat terkait dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah sedangkan penelitian untuk sektor swasta adalah lebih ke arah profesionalitas yang menekankan pengambilan risiko dan kewirausahan.

Manakala hasil temuan Tseng dan Fan (2011) yang mengambil setting yaitu karyawan pada sektor publik di negara China mendapati bahwa isu-isu etis dalam sebuah organisasi sangat penting bagi manajemen pengetahuan agar dapat mengurangi konflik dan juga untuk memperkuat norma-norma tentang penciptaan manajemen pengetahuan itu sendiri. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tseng dan Fan ini, iklim etika yang terdiri dari kepentingan pribadi, tanggungjawab sosial, dan undang-undang serta kode etik profesional dimasukkan sebagai pendahulu (antecedent) dari manajemen pengetahuan yang mana ketiga iklim etika ini muncul dalam organisasi tersebut dengan mengacu pada  persepsian  anggota organisasi terkait pola perilaku yang dibentuk oleh nilai-nilai umum dan keyakinan serta norma–norma individu-individu yang ada dalam organisasi tersebut yang memberi dampak terhadap manajemen pengetahuan dan job performance.

A Critical Review : “Effect of Commitment to Corporate Vision on Employee Satisfaction with their Organization” ~ Frederick J. Slack, John N. Orife dan Fred P. Anderson ~ International Journal of Management ~ (December 2010), Vol.27 No.3 Part 1.

•Januari 20, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

Dalam critical review ini, artikel yang akan dibahas adalah berjudul “Effect of Commitment to Corporate Vision on Employee Satisfaction with their Organization”, yang ditulis oleh Frederick J. Slack, John N. Orife dan Fred P. Anderson yang dimuat dalam International Journal of Management dan   dipublikasikan pada desember 2010, Vol.27 No.3 Part 1.

Perumusan strategi perusahaan dapat dimulai dari menetapkan visi dan misi serta tujuan perusahaan kemudian diikuti implementasi dan proses strategi. Artikel ini mencoba untuk membahas mengenai komitmen atas visi yang ditetapkan oleh  perusahaan dan pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan dalam organisasi. Beberapa argumen mengatakan misi dan visi merupakan  suatu yang vital dan salah satu yang berperan dalam menentukan keberhasilan dan sustainability sebuah organisasi. Sebagian organisasi membangun visi dan misi perusahaan sebagai suatu yang saling melengkapi. Kebanyakkan corporate mission dan vision statement adalah bertujuan untuk menyampaikan nlai-nilai, menentukan perilaku standar dan menetapkan karyawan agar berfokus pada arah dan strategi organisasi. Jadi Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya mewujudkan untuk Visi. Dalam operasionalnya orang berpedoman pada pernyataan misi yang merupakan hasil kompromi intepretasi Visi. Misi merupakan sesuatu yang nyata untuk dituju serta dapat pula memberikan petunjuk garis besar cara pencapaian Visi.

Sebagaimana yang dijelaskan diawal tujuan utama artikel ini mencoba untuk membahas mengenai komitmen atas visi yang ditetapkan oleh  perusahaan dan pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan dalam organisasi.

Penelitian dilakukan di Amerika Serikat dengan mensurvei 109 orang  karyawan perusahaan Robotika yang berteknologi tinggi. Analisis yang digunakan adalah dengan analisis faktor keatas 3 jenis komitmen organisasi yang terdiri dari: 1) Affective Commitment, 2) Continuence Commitment, dan 3) Normative Commitment. Kemudian setelah di faktorkan maka dilakukan uji korelasi atas konstuk atau variabel yang diamati. Dan hasilnya adalah semakin tinggi tingkat pemahaman karyawan atas visi dan misi, semakin tinggi karyawan merasa visi dan misi penting untuk kesuksesan organisasi kedepannya, semakin baik komitmen antar rekan sekerja dan juga semakin tinggi komitmen antar departmen dalam memahami visi dan misi perusahaan maka karyawan akan merasa yakin sehingga mewujudkan kepuasan mereka terhadap organisasi. Hal ini akan menjadikan perusahaan berkinerja bagus kerana dengan visi dan misi yang jelas maka akan meningkatkan komitmen.

Namun apakah dengan kepuasan dan berkomitmen saja sudah cukup untuk mewujudkan organisasi yang dapat berdaya saing dan unggul ?

Wujud pro dan kontra disini kerana secara konsep dalam artikel ini hanya diberi perhatian atas indikator dalam teori yang digunakan yaitu terkait komitmen atas visi dan misi yang dibangun oleh perusahaan hanya berdasarkan tiga komitmen yang disebutkan diatas. Ini adalah tidak cukup untuk mewujudkan organisasi yang berdaya saing dengan hanya karyawan merasa puas dengan visi dan misi sehingga mereka berkomitmen terhadap organisasi mereka. Selain komitmen, indikator dan teori lain juga perlu dipertimbangkan oleh si penulis yaitu misalnya keadaan lingkungan internal dan eksternal organisasi. Ini adalah kerana visi dan misi perusahaan dapat berubah sewaktu-waktu  kerana dipengaruhi lingkungan. Perlu diketahui bahwa lingkungan perusahaan sangat berpengaruh atas kesuksesan sebuah organisasi dan tidak hanya visi dan misi perusahaan yang di turunkan dalam bentuk objektif namun ada proses strategi lain yang turut mempengaruhi komitmen karyawan atas perusahaan misalnya environmental scanning perlu dilakukan oleh perusahaan sehingga visi dan misi ini dapat diturunkan dalam bentuk strategi untuk mengantisipasi ketidakpastian lingkungan dan sumberdaya manusia dapat dialokasikan agar memunculkan taktik dan cara yang unik sehingga tidak dapat ditiru oleh pesaing agar visi dan misi dapat tercapai sesuai dengan harapan.

Selain itu dalam artikel ini membahas visi dan misi dari sisi karyawan yaitu sumberdaya daya perusahan. Melalui RBV teori, karyawan ada salah satu sumberdya daya yang dimiliki oleh perusahaan dalam bentuk yang nyata dan kelihatan (tangible). Sebaiknya konsep RBV dimasukkan dan dimasukaan dalam artrikel ini karena efek dari komitmen atas visi dan misi sehingga memunculkan kepuasan karyawan terhadap organisasi akan melahirkan core competence bagi perusahaan. Resource merupakan kapabilitas yang dimiliki perusahaan sehingga memunculkan keunggulan bersaing dan miliki sesuatu yang unik sehingga memunculkan strategi.

Hipotesis dalam penelitian ini diturunkan dari teori yang dibahas tapi tidak dirancang untuk menambah pengetahuan dan tidak memanfaatkan teori dan ilmu-ilmu yang lebih banyak dan luas lagi.

Selain itu dalam artikel ini juga tidak dilampirkan appendix yang bisa menjadi rujukan pembaca tentang butir-butir pertanyaan apa saja yang menjadi pengukuran keatas variabel-variabel yang digunakan. Ini agar memudahkan pembaca untuk mengetahui dan memperkuat pengetahuan tentang teori yang digunakan sesuai dengan butir-butir pertanyaan yang dilampirkan agar dapat dijadikan acauan sekiranya ingin melakukan penelitian dengan tema yang serupa kelak.

Komitmen organisasi merupakan keinginan yang kuat untuk mempertahankan seorang anggota organisasi tertentu. Sebuah kemauan yang kuat untuk berusaha mempertahankan nama organisas serta keyakinan dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan organisasi. Menurut Robbins (2001), komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Jenifer dan Gareth (2002), komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Para manajer disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat mempermudah terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi (Kreitner dan Kinicki, 2003).

Adanya visi dan misi merupakan syarat wajib bagi sebuah perusahaan atau organisasi. Setiap perusahaan memiliki visi dan misi yang berbeda, semua tergantung tujuan yang akan dicapai oleh masing – masing perusahaan. Biasanya visi dan misi dibuat saat perusahaan sedang akan dibangun, karena visi dan misi perusahaan menjadi landasan dasar bagi sebuah perusahaan. Oleh karena itu tak perlu ditanyakan lagi, bahwa peranan visi dan misi perusahaan sangatlah penting.

Oleh yang demikian visi dan misi perusahaan tidak hanya dilihat pada tingkat perusahaan saja tapi level karyawan juga untuk melihat komitmen mereka atas visi dan misi yang dibuat sehingga meningkatkan kepuasan karyawan terhadap organisasi dan namun perlu ada komunikasi perusahaan dengan karyawan terkait visi dan misi agar dapat mewujudkan competitive advantage sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Building Your Company Vision: Collin and Porras (1996) yaitu selain SDM, perusahaan juga perlu ideologi inti dari perusahaan yaitu melalui visi dan aspirasi dimana perusahaan melihat masa depan mereka seperti apa dan pandang serta impian dicapai juga menunjukan arah tujuan yang lebih spesifik lagi.

 

 

By: ardianlauren’12

 

A Critical Review ~ “Alliance Portfolio Internationalization and Firm Performance” ~ Dovev L. & Stewart R. M. ~ Organization Science Journal (July-August) 2008, Vol.19, No.4:623-646.

•Januari 20, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

Dalam critical review ini, artikel yang akan dibahas adalah berjudul “Alliance Portfolio Internationalization and Firm Performance”, yang ditulis oleh Dovev Lavie dan Stewart R. Miller yang dimuat dalam Organization Science Journal dan dipublikasikan pada juli-agustus 2008, Vol.19, No.4 halaman 623-646.

Isu mengenai strategi aliansi merupakan sebuah isu yang muncul sekitar tahun 1980an dan hingga saat sekarang menjadi salah satu strategi kolaboratif yang dilakukan oleh banyak perusahaan. Strategi aliansi dikatakan muncul ketika sebuah perusahaan tidak mampu melakukan aktivitas sendiri maka perusahaan akan mencari teman atau partner sebagai calah satu cara untuk bersinergi dan saling melengkapi samaada melalui sumberdaya ataupun kapabilitas. Banyak artikel dan penelitian yang membahas mengenai strategi aliansi melalui perspektif yang berbeda namun dalam critical reveiw kali ini menyoroti dari sisi portfolio aliansi melalui internasionaliasi dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan.

Dalam artikel ini penulis mencoba untuk mengusulkan konsep Alliance Portfolio Internationalization (API). Konsep ini didefinisikan sebagai cross-nation difference antara negara perusahaan dengan negara asal partner aliansi. Beberapa perbedaan meliputi perbedaan budaya, jarak georgrafi, perbedaan institusional dan perbedaan pada level perkembangan ekonomi dimunculkan dalam artikel ini.

Disini penulis mengutarakan beberapa manfaat dari cross nation difference itu sendiri:

  • Menjembatani dan meningkatkan competitive advantage perusahaan di pasar luar negeri
  • Akses terhadap pengetahuan
  • Belajar dari partner
  • Memperoleh comparative advantage dari partner aliansi

Namun ada juga kelemahan dan tantangan dari API itu sendiri misalnya:

  • Investasi yang lebih besar
  • Asymmetric information
  • Ketergantungan terhadap partner
  • Perbedaan sistem nilai dan perilaku

Dalam artikel ini juga penulis mengantarkan pembaca terhadap  :

a)      Sigmoid effect API terhadap performance perusahaan

–          Pada level API rendah maka perbedaan antara negara asal perusahaan dan negara asal partner tidak berbeda secara signifikan. Pada kondisi ini, baik ketrampilan, budaya dan lingkungan tidak terlalu berbeda sehingga manfaat proses pembelajaran dari partner tidak diperoleh secara maksimal, sehingga pertukaran sumberdaya dan pengetahuan menjadi kurang bermanfaat. Selain itu, pada kondisi ini memungkinkan terjadi psychis distance paradox yang mana terdapat persepsi similariti antara perusahaan yang beraliansi yang akhirnya mengurangi ketidakpastian yang dihadapi manajer tentang lingkungan negara lain, sehingga manajer mungkin beranggapan bahwa mengelola bisnis di negara tersebut relatif lebih mudah. Konsekuensinya, perhatian manager dalam mengelola aliansi dan perbedaan menjadi terbatas.

–          Kemudian pada level API yang moderat, perbedaan terlihat dengan jelas dan dapat dipersepsikan, tetapi perbedaan tersebut tidak berlebihan. Ketika perbedaan dapat diidentifikasi dan disadari oleh kedua belah pihak yang saling beraliansi, maka ada usaha untuk mengelola keterbatasan untuk melakukan kolaborasi antara kedua perusahaan tersebut. Selain itu, masing-masing perusahaan dapat memberikan akses pada sumberdaya dan pengetahuan yang berbeda sehingga terjadi transfer pengetahuan dan sinergi antar dari dua perusahaan tersebut sehingga munculnya comparative advantage .

–          Sedangkan pada tingkat API yang tinggi, masing-masing negara asal berbeda secara signifikan. Perbedaan tersebut cenderung menghambat dan mereduksi manfaat yang diberikan dari proses aliansi. Pada negara yang berbeda secara substansial dan signifikan, perusahaan harus berinvestasi lebih besar untuk menangkap perbedaan dan mengelola perbedaan tersebut. Akhirnya, perusahaan membutuhkan prosedur khusus yang mampu menjembatani perbedaan antar kedua negara. Ini memunculkan kos transaksi. Selain itu, sangat mungkin terjadi konflik yang tidak relevan antar kedua perusahaan, komitmen yang rendah dan interaksi yang tidak efektif juga akan muncul.

b)      API dan pengalaman beraliansi

–          Akumulasi pengalaman dengan partner luar dapat membantu perusahaan lebih mengenal perbedaan antara budaya, geografi, institusional, dan perbedaan ekonomi. Sehingga manfaat kolaborasi dan sinergi dapat dieksplorasi dengan lebih baik. Semakin tinggi tingkat pengalaman aliansi dengan partner yang sama dapat meningkatkan absorbtive capacity perusahaan dalam pembelajaran dan transfer pengetahuan.

c)      API dan subsidiary country overlap

–          Subsidiary country overlap mengacu kepada kepemilikan anak perusahaan pada negara dimana perusahaan beraliansi dengan perusahaan lokal di negara tersebut. Overlap ini memiliki paradoks antara efisiensi koordinasi yang berkaitan dengan transaksi kos dan kemampuan perusahaan dalam menangkap dengan lebih jelas fenomena perbedaan di negara tersebut dan membangun kepercayaan secara lebih intens dengan partner aliansi. Kepemilikan subsidiari ini juga dapat mereduksi informasi yang tidak simetris antara dua perusahaan yang bekerjasama.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis menyatakan secara jelas tentang beberapa konsep dari API yang mempengaruhi performa perusahaan sehingga memunculkan hipotesis dan dirancang secara jelas untuk menambah pengetahuan dengan memanfaatkan ilmu dan teori sebelumnya yang bisa didapati dalam artikel ini. Pengukuran sampel juga dinyatakan secara jelas dan rinci dalam artikel ini dengan memasukkan jenis perusahaan dan negara yang terlibat dalam aliansi tersebut dengan menunjukkan bagan dan tabel presentase.

Selain itu juga berdasarkan teori dan konsep diatas maka penulis cukup menjelaskan  tentang indikator-indikator pengukuran dan operasionalisasi namun tidak memasukan pengaturannya tentang pengukuran reliabilitas dan validitas secara rinci namun hanya sebatas menyatakan pengukuran terhadap variabel dependen yaitu financial performance dan variabel independen yakni API.

Disisi lain artikel ini juga perlu dikritik kerana tidak menitikberatkan kepada struktur portfolio dan hubungan relasional dengan strategi aliansi sebagaimana yang terdapat dalam artikel Hoffman (2007) yaitu “Strategies for managing portfolio of alliances”. Ini kerana perusahaan tidak hanya membutuhkan satu partner aliansi dalam mencapai tujuan dan meningkatkan sumberdaya mereka, melainkan a bundle of alliance yang masing-masing dan konfigurasi dari portfolio aliansi tersebut memberikan manfaat bagi organisasi. Apalagi perusahaan yang berekspansi keluar dan beraliansi dengan partner dari negara lain. Ini diperlukan srtuktur porfolio dan hubungan relasional yang jelas dalam aliansi tersebut.

Oleh yang demikian perlu ditinjau faktor apa saja yang mempengaruhi konfigurasi aliansi dan evolusi aliansi serta strategi bisnis seperti apa saja yang dapat digunakan di tingkat bisnis untuk mengarahkan pengembangan portfolio aliansi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan disini misalnya dengan:

  1. Mengembangkan tipologi strategi untuk strategi aliansi.
  2. Untuk menentukan bagaimana strategi yang dipilih berdampak kepada konfigurasi portfolio.
  3. Mengidentifikasi fakto-faktor kontijensi yang mempengaruhi pilihan strategi portfolio.
  4. Memperlihatkan pengaruh strategi portfolio pada peningkatan sumberdaya dan performa.

Dengan demikian setiap perusahaan yang ada di dalam aliansi saling memiliki ketergantungan sehingga masing-masing perusahaan dapat mempengaruhi satu sama lainnya.

 

By : ardianlauren ’12

Pro dan Kontra Teknologi Bluetooth

•Januari 20, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar


Perkembangan teknologi jaringan maupun internet kini semakin pesat. Hampir semua area perkantoran, tempat-tempat umum maupun perumahan menggunakan teknologi internet sebagai alat jaringan komunikasi. Kemajuan teknologi dalam bidang internet telah memunculkan berbagai kemajuan dalam bidang sains dan teknologi dengan memberi dampak terhadap interaksi sumberdaya perusahaan dalam maupun diluar perusahaan. Dari sisi sumberdaya perusahaan, teknologi memainkan peran penting yaitu dalam pengembangan teknologi yang berbasis sumberdaya “Resource Based-View” (RBV). Melalui RBV dikatakan dapat memberi makna dan konteks pada perusahaan dengan memilih alur dan jalur ketergantungan (path depedency) untuk  menghubungkan sistem jaringan diantara satu sama lain (Rice, 2005).

Saat ini teknologi jaringan internet berkembang dengan pesat melalui beberapa cara yaitu dengan teknologi Wireless sama ada dengan Bluetooth maupun Modem. Kalau waktu pertama kali ditemukannya konsep jaringan komputer, komputer hanya dapat berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan tools atau alat bantu kabel yang harus dihubungkan dari satu komputer ke komputer lainnya yang ingin dihubungkan. Tentunya kedua komputer tersebut harus memiliki kartu jaringan (LAN Card) yang terpasang dimasing-masing komputer. Sampai akhirnya cara lain internet ditemukan untuk menghubungkan antara komputer satu dengan lainnya yaitu melalui teknologi bluetooth, modem dan wireless. Hal ini tentunya sangat membantu kita dalam ber-mobile karena komputer kita dapat berhubungan satu sama lain melalui perangkat yang terhubung dengan menggunakan frekuensi seperti layaknya radio handy talkie yang dapat saling berkomunikasi jika frekuensi yang digunakan sama. Teknologi ini memungkinkan komunikasi antara komputer satu dengan komputer lainnya tanpa menggunakan kabel (wireless) sehingga memungkinkan komputer kita dapat saling berkomunikasi dimananapun kita berada selama masih berada dalam range/ jarak dari pemancar frekuensi tersebut.

Teknologi Bluetooth

Bluetooth adalah sebuah teknologi komunikasi wireless (tanpa kabel) yang beroperasi dalam pita frekuensi 2,4 GHz unlicensed ISM (Industrial, Scientific and Medical) dengan menggunakan sebuah frequency hopping tranceiver yang mampu menyediakan layanan komunikasi data dan suara secara real-time antara host-host bluetooth dengan jarak jangkauan layanan yang terbatas (sekitar 10 meter). Bluetooth sendiri dapat berupa card yang bentuk dan fungsinya hampir sama dengan card yang digunakan untuk wireless local area network (WLAN) dimana menggunakan frekuensi radio standar IEEE 802.11, hanya saja pada bluetooth mempunyai jangkauan jarak layanan yang lebih pendek dan kemampuan transfer data yang lebih rendah.

Pada dasarnya bluetooth diciptakan bukan hanya untuk menggantikan atau menghilangkan penggunaan kabel didalam melakukan pertukaran informasi, tetapi juga mampu menawarkan fitur yang baik untuk teknologi mobile wireless dengan biaya yang relatif rendah, konsumsi daya yang rendah, interoperability yang menjanjikan, mudah dalam pengoperasian dan mampu menyediakan layanan yang bermacam-macam. Protokol bluetooth menggunakan sebuah kombinasi antara circuit switching dan packet switching. Bluetooth dapat mendukung sebuah kanal data asinkron, tiga kanal suara sinkron simultan atau sebuah kanal dimana secara bersamaan mendukung layanan data asinkron dan suara sinkron. Sebuah perangkat yang memiliki teknologi wireless bluetooth akan mempunyai kemampuan untuk melakukan pertukaran informasi dengan jarak jangkauan sampai dengan 10 meter (~30 feet). Sistem bluetooth menyediakan layanan komunikasi point to point maupun komunikasi point to multipoint.

Teknologi Modem dan Wireless

Hampir semua area perkantoran, tempat-tempat umum maupun perumahan menggunakan teknologi wireless pada jaringannya. Jika kita memiliki jaringan internet dirumah atau kantor kita tentu akan sangat rumit instalasinya jika menggunakan kabel UTP sebagai media penghubung. Sedangkan kini sudah ada teknologi tanpa kabel (wireless) sebagai sarana penghubung. Dijaman yang telah semakin maju dengan semakin luasnya jangkauan layanan internet ke pelosok-pelosok tanah air, pasti kita pernah atau sering mendengar istilah modem. Kita mungkin juga telah tahu bahwa agar komputer bisa tersambung ke jaringan internet harus ada perangkat keras yang disebut modem.

Istilah Modem merupakan singkatan dari dua kata yaitu Modulator dan Demodulato. Pengertian Modulator adalah suatu rangkaian yang berfungsi melakukan proses modulasi, yaitu proses “menumpangkan” data pada frekuensi gelombang pembawa (carrier signal) ke sinyal informasi/pesan agar bisa dikirim ke penerima melalui media tertentu (seperti media kabel atau udara), biasanya berupa gelombang sinus. Dalam hal ini sinyal pesan disebut juga sinyal pemodulasi. Data dari komputer yang berbentuk sinyal digital dirubah menjadi sinyal Analog Demodulator mempunyai fungsi kebalikan dari modulator (demodulasi), yaitu proses mendapatkan kembali data atau proses membaca data dari sinyal yang diterima dari pengirim. Dalam demodulasi, sinyal pesan dipisahkan dari sinyal pembawa frekuensi tinggi. Data yang berupa sinyal Analog diubah kembali menjadi sinyal digital agar bisa terbaca di komputer penerima dan modem merupakan penggabungan dari kedua sistem tersebut diatas, sehingga modem merupakan alat komunikasi dua arah.

Kelebihan Penggunaan Teknologi Bluetooth, Modem dan Wireless

–          Pada dasarnya bluetooth diciptakan bukan hanya untuk menggantikan atau menghilangkan penggunaan kabel didalam melakukan pertukaran informasi, tetapi juga mampu menawarkan fitur yang baik untuk teknologi mobile wireless dengan biaya yang relatif rendah, konsumsi daya yang rendah, interoperability yang menjanjikan, mudah dalam pengoperasian dan mampu menyediakan layanan yang bermacam-macam.

–          Seperangkat alat kecil yang dikhususkan untuk menjadi media pembantu dari aktifitas sehari-hari, baik di rumah maupun di kantor.

–          Produk ini memberikan kemampuan yang fleksibel dan kemudahan serta didesain untuk penggunaan yang tidak begitu kompleks.

–          Penggunaan teknologi ini ialah suatu perangkat itu boleh digunakan dan berkomunikasi tanpa menggunakan kabel. Ini sekaligus menghemat waktu pengguna dengan tidak perlu memasang kabel penyambung ke perangkat lain.

Kelemahan Penggunaan Teknologi Bluetooth, Modem dan Wireless

–          Kelemahannya adalah maklumat boleh dicuri oleh perangkat lain dan juga mungkin terdapat gangguan gelombang bagi kawasan yang padat.

–          Di samping itu, tidak begitu banyak perangkat dan alat yang mendukung teknologi ini kerana mungkin agak jarang yang menggunakannya.

–          Membutuhkan overhead yang berlebihan misalnya perangkat lunak, prosesor dan ukuran komponen fisik sehingga kurang efesien dalam kebanyakkan situasi industri.

–          Volume data dan jenis data juga berdampak pada jangkauan bluetooth, modem dan wireless karena besar dan kecilnya data tergantung transmit power dan sensivitas reciever yang mempunyai jangkauan serta sinyal yang terbatas.

Melalui pembahasan diatas, terlihat bahwa teknologi komunikasi seperti bluetooth, modem dan wireless mampu menawarkan solusi yang cukup efektif dan efisien di dalam memberikan layanan kepada user untuk melakukan transfer data dengan kecepatan kurang dari 1 Mbit/s maupun lebih  dan jangkauan yang relatif pendek dan jauh. Teknologi bluetooth, modem dan wireless masih memungkinkan untuk terus berkembang menuju kematangan baik dari sisi standarisasi maupun aplikasi yang dapat diterapkan. Dengan pertimbangan bahwasannya bluetooth, modem dan wireless mampu menyediakan berbagai macam aplikasi dan layanan dan dengan biaya yang relatif murah, mudah dalam pengoperasian, interoperability yang menjanjikan serta didukung oleh berbagai vendor besar di bidang telekomunikasi maupun komputer, dan lebih dari 1800 perusahaan telah bergabung sebagai adopter teknologi ini, maka tidak mustahil teknologi bluetooth, modem dan wireless suatu saat akan menjadi salah satu primadona untuk digunakan baik untuk keperluan rumah tangga atau perkantoran/bisnis.

REFERENSI

http://www.bluetooth.com

Rice, John, (2005). Industrial Self-Organization in Early Technology

Emergence : Evidence from Bluetooth application developement. International Journal of Technology Management and Sustainable Development: Volume 4 No.2.

Melaksanakan Strategi Pemasaran melalui Strategi Diversifikasi Produk dalam Menghadapi Persaingan di Era Globalisasi.

•Januari 15, 2012 • 7 Komentar

ABSTRAK

This paper describes the marketing strategy undertaken by diversifying products as a way to compete in global markets. The main concept of this article is try to give the idea of diversification strategy using the framework model from Ansoff ProductMarket Matrix.

Keyword : Marketing Strategy, Product Diversification Strategy.

 

A)    Pendahuluan

Dunia kini menghadapi dunia baru yang ditandai dengan kecenderungan globalisasi sebagai akibat semakin banyaknya negara yang melaksanakan reformasi ekonomi. Globalisasi ini sendiri telah mendorong perusahaan siap menghadapi persaingan global dan secara drastis mengubah pola strategi perusahaan khususnya strategi pemasaran dan produknya. Setiap perusahaan bersaing melakukan strategi pemasaran agar tetap eksis dalam dunia usaha. Perubahan ini menuntut kreativitas setiap perusahaan agar dapat menyempurnakan dan mengembangkan produk yang ada. Pengembangan produk baru ini akan membentuk masa depan perusahaan. Dalam hal ini strategi pemasaran bisa dilakukan yaitu dengan pengembangan produk baru melalui beberapa macam strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan, salah satunya adalah strategi diversifikasi produk. Strategi yang digunakan oleh perusahaan dapat berbeda-beda yang kesemuanya itu berdasarkan  kepada kebijakan perusahaan atau juga disesuaikan dengan Visi dan Misi serta tujuan perusahaan dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi perusahaan tersebut. Perusahaan yang menggunakan konsep produksi dalam mengungguli pesaingnya akan berusaha untuk menciptakan produk-produk yang rendah harganya dengan cakupan distribusi yang luas sedangkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan konsep pemasaran akan berusaha untuk mencari apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan konsumen yang dapat ditawarkan oleh perusahaan. Perusahaan tersebut akan mencoba untuk membuat apa saja yang bisa terjual dan menerapkan berbagai strategi untuk memasarkan produknya sehingga dapat mengungguli persaingan.

B)    Pembahasan

1)      Konsep Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan mendapatkan laba. Arti pemasaran sering disamakan dengan pengertian penjualan, perdagangan, dan distribusi. Padahal istilah tersebut hanya merupakan bagian dari kegiatan pemasaran secara keseluruhan. Proses pemasaran itu sudah dimulai jauh sebelum barang-barang diproduksi dan tidak berakhir dengan penjualan. Kegiatan pemasaran perusahaan harus juga dapat memberikan kepuasan kepada konsumen jika menginginkan usaha berjalan terus agar konsumen mempunyai pandangan yang baik terhadap perusahaan. Dengan memahami pengertian dan fungsi pemasaran, perusahaan akan menyadari arti penting pemasaran sebagai kunci untuk mencapai tujuan, sehingga perusahaan perlu mencari konsep yang paling sesuai untuk digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatan pemasarannya. Dalam hal ini Kotler (1994) menyatakan bahwa:

the marketing concept holds that the key to achieving organizational

goals consist in determining the needs and wants of target markets and

delivering the desired satisfactions more effectively and efficiently than

competitors.”

Konsep pemasaran terdiri dari empat pilar utama, yaitu target market, customer needs, coordinated marketing, dan profitability

Konsep pemasaran memiliki orientasi kepada konsumen, sehingga semua strategi pemasaran harus disusun berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen. Tanpa pemahaman mengenai perilaku konsumen, strategi pemasaran dengan menggunakan konsep pemasaran tidak akan dapat disusun, sehingga tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dan mencapai tujuan ekonomi perusahaan. Dalam prakteknya, konsep pemasaran mengalami perkembangan yang demikian pesat, seiring dengan semakin majunya teknologi, tingkat kehidupan masyarakat, dan lingkungan yang semakin dinamis.

2)      Diversifikasi sebagai langkah Strategi Pemasaran

Diversifikasi ialah usaha memperluas macam barang yang akan dijual dan merupakan sebuah strategi perusahaan untuk menaikkan penetrasi pasar. Ini merupakan usaha yang berlawanan dengan spesialisasi. Ada berbagai alasan-alasan yang mendorong suatu perusahaan mengadakan diversifikasi produk. Keinginan mengadakan perluasan usaha menjadi pendorong utama. Kegiatan menjadi serba besar, kemungkinan mendapatkan keuntungan juga akan lebih besar, karena diproduksikan sejumlah besar barang yang dibutuhkan konsumen atau paling tidak pendapatan stabil, Sebab kerugian menjual barang yang satu dapat ditutup dengan keuntungan menjual barang yang lain.

Diversifikasi produk adalah upaya yang dilakukan pengusaha/produsen/perusahaan untuk mengusahakan atau memasarkan beberapa produk yang sejenis dengan produk yang sudah dipasarkan sebelumnya. Diversifikasi sebagai salah satu alternatif strategi korporasi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: konsentrik, konglomerate, dan horisontal. Ketiga jenis diversifikasi tersebut termasuk dalam kelompok alternatif strategi dalam membangun Grand Strategy (Porter, 1997), yang dimaksudkan untuk memberi arah dan landasan bagi upaya koordinasi dan pencapaian sasaran jangka panjang. Dari pendekatan lain, diversifikasi dapat pula dibedakan ke dalam dua tipe: terkait (related diversification) dan tak terkait (unrelated diversification). Keterkaitan mengacu pada hubungannya dengan bisnis utama yang sedang digeluti, atau beberapa bisnis yang membentuk rantai nilai (value chain) dalam suatu kelompok usaha. Beberapa persoalan krusial dalam diversifikasi antara lain kapan sebaiknya perusahaan melakukan diversifikasi, bagaimana manajer menciptakan value melalui diversifikasi, apa saja pilihan bisnis yang dapat diambil, dan bagaimana strategi untuk memasuki bisnis baru dalam konteks diversifikasi (Rumelt, 1974).

3)      Alasan perusahaan melakukan Strategi Diversifikasi

a)      Internal dan Eksternal

Sebagian besar perusahaan mempertimbangkan untuk melakukan diversifikasi ketika menghasilkan sumber daya keuangan yang melebihi (in excess) dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan keunggulan daya saing (competitive advantage) bisnis utamanya. Terdapat dua alasan diversifikasi, yaitu internal dan eksternal yang merupakan dorongan (inducement) bagi pertumbuhan. External inducement merupakan dorongan dari yang memberi peluang bagi dibukanya bisnis baru., seperti munculnya Internet membuka peluang bagi penerbit koran cetak untuk membua bisnis layanan koran online. Dalam hal lain dorongan luar dapat pula dalam bentuk ancaman yang kemudian ditanggapi dengan membentuk usaha baru.

Contoh klasik fenomena ini ketika perusahaan operator telekomunikasi ramai – ramai memasuki bisnis layanan Voice Over IP (VoIP) ketika menyadari bahwa pendapatan mereka cenderung turun setelah munculnya layanan VoIP yang lebih efisien dibandingkan dengan teknologi sirkuit switch. Internal inducement, di lain pihak, adalah kondisi di dalam perusahaan yang memberi sinyal untuk diversifikasi disebabkan oleh kesadaran bahwa perusahaan tidak lagi mampu melayani pasar yang sedang digelutinya, atau keinginan untuk mendayagunakan resource base yang ada.

b)      Ruang lingkup ekonomi

Dalam perkembangannya, alasan lain dari diversifikasi berkisar dari upaya tradisional untuk peningkatan efisiensi seperti eksploitasi lingkup ekonomis (economic of scope), dan mendisiplinkan manajer yang kinerjanya kurang baik, hingga mendasari kebutuhan untuk mengatasi munculnya masalah-masalah baru seperti penyalahgunaan kewenangan oleh manajer puncak. Diversifikasi yang dimaksudkan untuk mencapai skala ekonomis maupun lingkup ekonomis dilakukan dalam dua cara: menjual produk sejenis (similar products) atau menjual kepada pasar yang sama (similar market). Perusahaan dengan tingkat keanekaragaman produk dan pasar yang rendah memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyebarkan kemampuannya dan mengeksploitasi lingkup ekonomis dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat keanekaragaman produk dan pasarnya tinggi. Selain alasan untuk memperoleh economies of scope, ada tiga alasan lain untuk diversifkasi: sinergi keuangan (financial synergies), economizing on transaction costs, dan memenuhi objektif manajerial. Sinergi keuangan dilandasi pada pemikiran bahwa untuk mencapai sukses jangka panjang, suatu perusahaan yang sedang tumbuh memerlukan portofolio bisnis yang menjamin kecukupan dan kestabilan arus kas agar dapat mendanai semua aktivitas perusahaan (Hitt, et al. 2001).

c)      Insentif dan Sumberdaya

Strategi portofolio memungkinkan perusahaan induk memanfaatkan profit yang diperoleh suatu unit bisnis untuk mensubsidi unit bisnis lainnya. Namun demikian strategi semacam ini tidak menciptakan nilai tambah kepada pemilik perusahaan (share holders). Jika demikian, pemilik perusahaan dapat melakukan diversifikasi sendiri tanpa keterlibatan manajer perusahaan. Meskipun economies of scope sebagian besar menjadi alasan utama diversifikasi, permasalahan biaya transaksi (transaction costs) juga relevan disebut sebagai alasan lain bila diversifikasi dilakukan melalui merger dan akuisisi. Perusahaan multiproduct merupakan pilihan efisien ketika koordinasi di antara perusahaan yang beroperasi secara independen sulit dilakukan oleh adanya permasalahan biaya transaksi dan persoalan-persoalan lain yang tersembunyi. Persoalan biaya transaksi muncul mana kala proses produksi melibatkan sejumlah aset khusus seperti Sumber Daya Manusia (SDM), Standard Operating Procedures (SOP), dan lainnya yang sifatnya proprietary.

d)     Motif Manajerial

Alasan manajerial untuk melakukan diversifikasi berorientasi pada kepentingan untuk menjaga dan memperluas posisi eksekutif dalam membuat keputusan dari pada motif peningkatan efisiensi atau menambah kekayaan pemegang saham. Dalam hal seperti ini, diversifikasi efisien untuk manajer, tetapi tidak efisien untuk pemegang saham. Untuk mengurangi resiko kehilangan pekerjaan manajer terpaksa harus mengurangi resiko berkinerja buruk, salah satu caranya adalah melalui akuisisi tak terkait. Namun demikian masih ada sisi positif yang didapat dari motif manajer dalam melakukan diversifikasi. Diversifikasi tak terkait yang dihasilkan dari keputusan manajer dapat meningkatkan insentif dengan mengurangi biaya motivasi manajer dalam skema pay-for-performance. Lingkup ekonomi dapat dicapai melalui penyebaran ketrampilan manajemen puncak yang tergolong langka ke dalam bisnis lain yang tidak terkait dengan bisnis utama.

4)      Menciptakan Value Melalui Diversifikasi

Majalah Fortune melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 33 hingga 50% akuisisi berakhir dengan divestasi. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang sukses strategi diversifikasi hampir sama dengan resiko kegagalannya. Pertanyaannya : Mengapa ada diversifikasi yang sukses namun mengapa ada pula yang gagal? Jawaban kunci atas pertanyaan ini adalah sinergi.

Menciptakan value bagi shareholder saja tidak cukup. Sinergi antara bisnis utama dan bisnis baru hasil diversifikasi baik yang terkait (related) maupun tak terkait (unrelated) diperlukan guna memastikan tercapainya value yang maksimum dari langkah diversifikasi yang diambil. Bentuk sinergi diwujudkan dalam hubungan horisontal atau vertikal. Hubungan horisontal berupa penggunaan bersama oleh beberapa unit bisnis atas sumber daya tak berwujud (intangible resources) seperti kompetensi inti dan sumber daya berwujud seperti fasilitas produksi, saluran distribusi, dan lain sebagainya. Adapun hubungan vertikal merupakan penciptaan value yang diturunkan dari induk perusahaan.

Strategi dalam menjalankan  diversifikasi, perusahaan dapat memilih tiga alternatif, diantaranya : a) diversifikasi terbatas (limited diversification), b) diversifikasi terkait (related diversification), c) diversifikasi tak terkait (unrelated diversification). Strategi diversifikasi ini dapat diterapkan pada lini produk juga yang nantinya dapat memberikan manfaat langsung dan nilai kepada perusahaan.

5)      Strategi diversifikasi produk – Framework Product-Market Matrix

Strategi diversifikasi produk bisa dijelaskan dengan menggunakan framework Product-Market Matrix oleh Ansoff. Matrix Ansoff ini membantu pengambilan keputusan strategis dalam business development dengan mempertimbangkan pengembangan bisnis melalui produk lama atau baru (existing or new products) di dalam pasar yang lama atau baru (existing or new market). Ada empat kombinasi product or market dalam matrix Ansoff yang menghasilkan empat pilihan strategi bisnis pada Gambar 2, yaitu:

1)      Market Penetration : Existing Products (Existing Market)

2)      Product Development : Existing Market (New Products)

3)      Market Development : Existing Product (New Market)

4)      Diversification : New Market (New Products)

Sumber : Ansoff’s product-Market – (philip kotler “marketing management 13th edition, 2009, pg-85)

Setiap strategi produk baru  punya kelebihan dan kekurangan, sehingga perusahaan perlu mereview terlebih dahulu strategi mana saja yang bisa digunakan dan layak untuk situasi yang dihadapinya saat ini. Strategi diversifikasi adalah sebuah strategi yang paling kompleks implikasinya , karena bagi perusahaan, ini akan menjadi pengalaman baru, baik dari segi pasarnya (new market), maupun dari segi produknya (new products). Pada dasarnya keputusan untuk melakukan diversifikasi akan mengandung resiko bisnis yang tinggi. Perusahaan harus melakukan studi kelayakan (feasibility study) terlebih dahulu, misalnya  apakah channel distribusi yang baru akan cukup mendukung karena distribusi menjadi faktor utama keberhasilan produk.

Demikian pula, harus diyakini bahwa produk baru tersebut memang sesuai dengan minat konsumen dimana perusahaan bisa memproduksinya dengan kualitas yang sama baiknya dengan produk-produk lamanya. Untuk mengurangi resiko kegagalan, biasanya dilakukan test market terlebih dahulu, artinya produk baru ini dicoba dipasarkan di kota tertentu sambil dimonitor sejauh mana penerimaan pasar atau konsumennya. Setelah mempelajari hasil test market dan modifikasi produk apabila diperlukan, barulah produk dipasarkan di pasar yang lebih luas. Sebelum mengambil keputusan diversifikasi, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu ketiga strategi lainnya. Bagaimanakah potensi produk lama untuk dikembangkan di pasar lama (market penetration), karena bisa jadi masih banyak yang bisa digarap disana. Pilihan berikutnya adalah pengembangan produk yang sudah ada ke pasar baru (market development), ataupun bila telah siap dengan pengembangan produk baru, pertimbangkan juga untuk memasarkan produk baru tersebut di pasar yang lama (product development). Tentunya diversifikasi tidak selalu menjadi satu-satunya pilihan strategi bagi perusahaan. Hal yang sering dilaksanakan adalah strategi diversifikasi dikombinasi dengan satu dari ketiga strategi lainnya, apakah itu market penetration, product development maupun market development. Ini tergantung dari kesiapan perusahaan dari segi resources (people, money and time).

Mengenal segmentasi pasar juga dibutuhkan dalam Matrix Ansoff, khususnya untuk mengetahui peta penggunaan produk saat ini berada di segmen mana. Disebut dengan pengembangan pasar lama atau baru (existing or new market) tidak selalu dari segi area geografis saja, tetapi bisa saja dari segi segmen pasarnya. Existing market merefleksikan segmen dimana produk kita sudah digunakan, sedangkan new market ditujukan untuk menjelaskan segmen yang baru atau belum digarap. Untuk memperoleh informasi tentang kekuatan dan kelemahan produk kita di sebuah segmen, atau sampai dimana penetrasi sudah dilakukan, harus dengan penggalian informasi terus-menerus, melalui monitoring data penjualan di tiap segmen atau area, hasil survei penggunaan produk di tingkat konsumen dan lain-lain. Disinilah peranan teknologi informasi dalam pemasaran, karena mengelola informasi dan data yang begitu banyak dan kompleks hanya bisa disederhanakan dengan bantuan teknologi informasi.

6)      Kesimpulan

Dengan demikian sebagai kesimpulan dari makalah ini, bahwa dalam mewujudkan keberlangsungan hidup perusahaan strategi diversifikasi adalah langkah dan alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk bisa sustainable dipasar . Berdasarkan matrix product-market dari Ansoff perusahaan dapat mengembangkan strategi diversifikasi produk melalui langkah-langkah dalam matrix tersebut untuk membantu pengambilan keputusan strategis dalam business development dengan mempertimbangkan pengembangan bisnis melalui produk lama atau baru (existing or new products) di dalam pasar yang lama atau baru (existing or new market).

Sebagai contoh banyak perusahaan yang melakukan diversifikasi produk dan bersaing di pasar global. Salah satunya adalah perusahaan Unilever, perusahaan ini bergerak dalam menyediakan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Beberapa contoh produknya adalah : Shampo Dove, Pasta gigi pepsodent, Facial Foam Ponds, Selai Skippy, Es Krim Walls, Sabun Lux dan beberapa lainnya. Dapat kita lihat bahwa dengan melakukan diversifikasi atas produk, perusahaan Unilever ini dapat bersaing dan bertumbuh kembang serta bersaing dalam pasar global.

Selain itu, keadaan diluar perusahaan sangat mempengaruhi pemilihan strategi bagi perusahaan, krisis moneter yang dialami oleh negara-negara dikawasan Asia Pasifik membuat perusahaan harus tetap bisa bertahan dan mengungguli pesaing-pesaing di tengah keadaan perekonomian yang tidak menguntungkan. Maka dengan itu penting sekali pelaksanaan strategi pemasaran melalui strategi diversifikasi produk agar perusahaan dapat bersaing dalam pasar global dan bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat.

DAFTAR PUSTAKA

Hitt, M. A. Ireland, R. D. and Hoskisson, R. E. (2001). Manajemen Strategi (Daya Saing dan Globalisasi), Terjemahan, Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat.

http://wordpress.com/2008/07/28/fortune-global.

Kotler P. (1994). Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control. 8th edition. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall International.

Kotler P. and Keller K. (2009). Marketing Management. 13th edition. Pearson International.

Laurens P. A. (2009). Pengaruh Peningkatan Daya Saing Strategis, Insentif dan   Sumberdaya serta Motif Manajerial dalam Melakukan Strategi Diversifikasi, Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

Porter, M. E. (1997). From Competitive Advantage to Corporate Strategy. Harvard Business Review, 65(3): 43-59.

Rumelt, R. P. (1974). Strategy, Structure and Eonomic Performance. (Cambrigde, MA; Harvard University Press).

Sustainability, Quality, Innovation & Productivity – Perspektif Teori dan Alkitab

•Januari 15, 2012 • Tinggalkan sebuah Komentar

                                                Sustainability / Keberlanjutan 

a)      Sustainability Value Creation (SCV)

Sustainable Value Creation (SCV) adalah suatu sistem yang fokus  pada  apa yang dilakukan saat ini tetapi dapat dilihat keberlanjutannya. Semuanya adalah tanda yang menghadirkan Allah, karena diciptakan, dicintai dan diberkati Allah. (Mazmur 104 “kebesaran TUHAN dalam segala ciptaan-Nya”). Pandangan Santo Paulus tentang Gereja sebagai satu tubuh (1 Korintus 12:12-31 “banyak anggota tapi satu tubuh”) dapat pula diterapkan untuk seluruh alam. Seluruh alam merupakan satu tubuh, sebab itu, kalau ada bagian yang sakit dan tidak berfungsi, akibatnya itu akan dirasakan oleh semua. Dalam SCV juga tampak adanya satu kesatuan atau sistem yang dilakukan yang di mulai dari  Supply-> Input-> Process-> Output, kalau ada bagian yang sakit dan tidak berfungsi, akibatnya itu akan dirasakan oleh bagian lain atau semua. Misalnya jika ada salah satu bagian yang salah satu tidak benar dan rusak maka suatu sistem yang berkelanjutan akan stuck atau terhenti, sehingga tidak menghasilkan suatu produk yang baik dan hasilnya tentu tidak sesuai dengan yang di harapkan. 

b)      Sustainable Competitive Advantage (SCA)

Sustainable Competitive Advantage (SCA) dapat di artikan sebagai kompetisi dalam peningkatkan produktivitas yang harus saling menguntungkan satu sama lain dan tidak mengorbankan orang lain.Dalam Injil Yohanes 13:34 dikatakan: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”  Manusia boleh bersaing dalam hal apa saja, tetapi persaingan itu harus wajar dan fair, saling menguntungkan satu sama lain, dan bukan mengorbankan orang lain. Konsep SCA yang fokus pada peningkatkan produktivitas melihat seberapa efektif dan efisiennya suatu hasil produk. Mencintai dan mengasihi sesama seperti dirinya sendiri berarti manusia diajak untuk lebih melihat semuanya jika bisa di sepadankan maka suatu produktifitas akan semakin effisien dan efektif. Selain itu pula dapat saling menguntungkan satu sama lain, dan bukannya mengorbankan orang lain.

c)      Sustainable Development Program (SDP)

Sustainable Development Progaram (SDP) adalah sistem yang fokus  pada  apa yang dilakukan saat ini tetapi dapat dilihat keberlanjutannya, Karena itu, hal utama yang harus diperhatikan dalam dimensi ini adalah kemampuan untuk membatasi diri dan memberi ruang bagi yang lain. Tradisi Kitab Suci menunjukkan tuntutan ini sesuai dengan penetapan larangan makan buah pohon pengetahuan. Ayat alkitab menurut  Kejadian 2:17 berbunyi, “Tetapi pohon pengetahuan tentang yang tidak baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Ada larangan, itu berarti ada pembatasan yang harus diperhatikan. Kehancuran terjadi apabila orang tidak lagi sanggup membatasi diri untuk hanya memenuhi keinginan sendiri dan tidak lagi memperhatikan batas kesanggupan alam., dalam SDP juga terkadung Circulation Economics (CE) dimana perlu adanya hubungan atara bumi yang kita tinggali sebagai suatu lingkungan dengan manusia yang tinggal di bumi ini sebagai suatu kesatuan budaya dan perekonomian yang menghasilkan keuntungan bersama maupun lingkungan dan manusia.

Quality / Kualitas

Kualitas didefiniskan sebagai kemampuan atas produk dan jasa yang memenuhi kehendak konsumen. Davis dalam Yamit (2004 : 8 ) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas.

Dalam hal ini kualitas ditegaskan lagi menurut alkitab yang dikutip dalam Roma 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.  Dengan itu, sama hal dengan produk, manusia juga dituntut menjadi pribadi yang berkualitas sehingga pencitraan manusia dimuka bumi ini menjadi nyata sesuai dengan keinginan oleh Sang Pencipta mulai dari awal penciptaan manusia hingga pada akhir hayatnya.

                  Innovation / Inovasi

Kata inovasi dapat diartikan sebagai “proses” dan“hasil” pengembangan atau pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang atau jasa), proses, dansistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial).

Inovasi ini dapat dikaitkan menurut alkitab yang diambil dalam: 2 Korintus 5:17 “Jadi siapa yang ada didalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” . Selain manusia yang menurut alkitab menjadi baru setelah menerima Yesus Kristus dalam dirinya dan menerima pembaharuan kerana keyakinan dan kepercayaannya suatu “objek” juga memiliki arti sebagai suatu baru yang tersedia bagi aplikasi, umumnya dalam suatu konteks komersial. Biasanya, beragam tingkat kebaruan dapat dibedakan, bergantung pada konteksnya: suatu inovasi dapat bersifat baru bagi suatu perusahaan (atau “agen/aktor”), baru bagi pasar, atau negara atau daerah, atau baru secara global. Sementara itu, inovasi sebagai suatu “aktivitas” merupakan proses penciptaan inovasi, seringkali diidentifikasi dengan komersialisasi suatu invensi / invention.

                  Productivity / Produktifitas

Produktivitas merupakan kegiatan untuk menghasilkan sesuatu (barang atau jasa) yang lebih tinggi atau lebih banyak. Banyak yang membuat definisi mengenai produktivitas. Menurut dewan produktivitas nasional berarti, “Sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”.Konsep dari Produktivitas merupakan perbandingan dari output terhadap input. Semakin tinggi tingkat produktivitasnya berarti semakin banyak hasil (output) yang di capai. Adapun unsur dari produktivitas yaitu efisiensi, efektivitas dan kualitas.  Produktivitas = Output/Input. Sedangkan Output sendiri dapat berupa hasil dari tujuan yang dicapai. Input diperoleh dari resource (sumber daya) yang diperoleh misalnya waktu, bahan baku, manusia, mesin, uang dll.

Berdasarkan rumus tersebut, cara untuk meningkatkan produktivitas yaitu :meningkatkan output dan menurunkan input.

Produktivitas menjadi sebuah patokan dalam perusahaan dan industri. Ada pun manfaat peningkatan produktivitas dalam perusahaan yaitu :Peningkatan keuntungan bagi perusahaan :Peningkatan kualitas produk :Peningkatan upah dan gaji kepada pegawai.

Dalam sehari-hari pun kita juga harus menerapkan produktivitas. Menurut alkitab dalam 1Timotius 4:6“Dengan selalu mengingat hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Yesus Kristus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kau ikuti selama ini ”. Kita diberitahu dalam Kitab Suci oleh Allah bahwa semua yang bernapas dalam dunia ini harus diuntungkan untuk mengajar, menegur, mengoreksi dan mendidik satu sama lain dalam hal kebenaran.Ini bertujuan untuk membuat seseorang yang kompetenmenjadi dilengkapi untuk setiap pekerjaan yang baik sehingga bisa meningkatkan produktifitas dalam pekerjaan maupun dalam hal kehidupan.